Kamis, 01 Mei 2008

About Bandung

BANDUNG ROCK TRIP

"Jika Yogyakarta terkenal sebagai pusat kebudayaan tradisional, Bali merupakan sentra kebudayaan relijius dan Jakarta sebagai kota komersialisasi budaya maka Bandung adalah pusatnya kebudayaan kreatif." Demikian tulis Ahmad Rida Soemardhi dan Irendra Radjawali dalam esai mereka yang berjudul Creative Culture And Urban Planning : The Bandung Experience. Pendapat kedua peneliti asal ITB ini tak berlebihan. Bandung memang kota dengan sejuta gagasan kreatif dan mungkin hanya ada satu-satunya di Indonesia!

Evolusi industri kreatif dan pariwisata di Bandung secara historis terjadi sejak pemerintah kolonial Belanda menyulap Bandung dari sekadar perkebunan subur di pertengahan abad ke-19 menjadi kota moderen Paris van Java di awal abad ke-20. Kondisi iklimnya yang dingin-sejuk dan kondisi geografisnya yang memadai sangat ideal untuk dijadikan daerah wisata.

Dibangunlah kemudian hotel-hotel berbintang, café, restoran, toko dan berbagai ruang publik bagi aktivitas masyarakat. Jika saja tidak pecah Perang Dunia II dipastikan Bandung menjadi ibukota menggantikan Jakarta sesuai rencana semula pemerintah kolonial Belanda.

Karakter orang Sunda yang menurut seniman lokal Gustaff H. Iskandar bersifat ramah, egaliter dan terbuka pada akhirnya ikut mendorong kemajuan peradaban kota Bandung. Pendapat Gustaff ada benarnya. Bahkan preman dan anak punk yang terlihat sangar sekalipun ternyata sangat ramah di Bandung.

Selain sebagai barometer wisata dan fashion, Bandung juga terkenal sebagai salah satu barometer musik Indonesia. Sejak awal ‘70an hingga kini Bandung telah banyak "mengekspor" artis dan grup band yang kemudian merajai pentas musik nasional. Bahkan hanya di Bandung pula Anda dapat menyaksikan banyak pengamen cilik lihai memainkan musik klasik dengan biola di jalanan.

Begitu pula dengan kancah musik independennya yang memiliki tradisi kreatif cukup panjang. Industri rekaman indie, majalah indie, album indie, merchandise indie diintrodusir pertama kali di kota ini. Saking kreatifnya kota kembang seakan-akan mereka memiliki lebih banyak factory outlet, distro, hotel, cafe dan pusat jajan makanan-makanan enak dibanding rumah-rumah ibadah keagaamaan.

Lalu darimana semua kreatifitas ini berasal? Jangan pernah lupa kalau Bandung adalah kota dengan tingkat kepadatan perguruan tinggi berkualitas yang tertinggi di Indonesia. Tak heran jika kemudian terjadi suplai kaum muda intelek dan kreatif dalam jumlah besar di sana yang berakhir pada ledakan kreativitas yang membawa dampak positif pada ekonomi dan terbukanya lapangan pekerjaan.

Kota dengan populasi lebih dari 2,5 juta jiwa ini menjanjikan sejuta harapan bagi ratusan ribu anak-anak muda lulusan SMA yang merengek-rengek kepada orangtua mereka agar dikuliahkan di kota kembang. Banyak cerita beredar, setelah mereka lulus kuliah anak-anak muda yang berkuliah di Bandung ini kembali ke daerah asal mereka dan menjadi penggerak industri kreatif di sana.

Jika Gubernur Jenderal Daendels membangun jalan raya yang menghubungkan Jakarta dengan Bandung sebagai upaya pertahanan dari serangan Inggris pada 1809 maka sebaliknya terjadi saat dibukanya Jalan Tol Cipularang pada 2005. Sepanjang akhir pekan berduyun-duyun turis lokal menggas pol kendaraan mereka selama 1,5 jam menuju Bandung untuk berwisata.

Bagi orang-orang Jakarta, Bandung adalah surga belanja fashion, makanan enak dan musik-musik bagus. Hampir setiap akhir minggu mereka melarikan diri dari hiruk pikuk ibukota hanya untuk mengalami udara segar, cuci mata atau sekadar membeli molen Kartika Sari yang kini tengah terancam eksistensinya oleh Prima Rasa.

Selama tiga hari penuh tak henti-hentinya berdecak kagum akan denyut kehidupan di kota kembang. Mulai dari berburu CD bekas, merchandise band, buku, wisata kuliner (termasuk makan daging buaya, ular sanca dan minum darah ular kobra!) hingga dugem di Paris van Java. Tiga hari memang serasa tak cukup untuk menikmati Bandung seutuhnya. Berikutnya giliran Anda!

Tidak ada komentar: